Minggu, 20 September 2015

Abah No 1 (bag 1)

Setiap kita terlahir pasti punya Ayah kan ya?
Kecuali mungkin Nabi Isa as yang lahir tanpa seorang ayah. Itulah kehendak dan kuasa Allah SWT.
Hari ini setelah hampir dua bulan tidak pulang kampung, saya menjadi sangat rindu kepada seorang sosok tegar yang saya panggil ABAH. Abah adalah kebanggaan saya di dunia ini. Tanpa dukungan beliau mungkin saya tidak berani bermimpi.
Abah... meski ada yang menertawakan saya dengan panggilan itu. Tidak masalah..
karena bagi saya itulah panggilan terbaik bagi sosok idola dan kebanggan saya ini. Sejauh apapun saya melangkah kelak, sekali pun itu ke luar negri panggilan ABAH tidak akan berubah menjadi Daddy, Abi, Father, atau Otosan.
Saya ingin perkenalkan dulu sedikit mengenai Abah.
Nama Abah adalah Zulfanur tapi entah mengapa di kampung di panggil "Cunca". Tak ada nyambung- nyambung nya..
Abah adalah anak bungsu, beliau memiliki seorang uni dan uda (ibu dan pak odang bagi saya). Sehari-hari abah beraktfitas di Ladang atau di sawah. Beberapa tahun lalu abah masih sering ke ladang, karena abah memiliki sebidang ladang yang ditanami Uncaria gambir (gambir). sedikit bercerita tentang gambir. Dulu harga Gambir lumayan bagus, sehingga saya bisa bersekolah di Pondok Pesantren dan Madrasah Aliyah Negri Koto baru, Padang Panjang. Beberapa tahun kebelakang harga gambir sangat murah bahkan kadang tidak bisa mecukupi kebutuhan para pekerja sendiri. Sebaga mahasiswa farmasi, saya tahu harga gambir sebenarnya jika sudah menjadi katekin akan berubah menjadi 1000 kali lipat. Namun, masyarakat kita telah dibodohi oleh tengkulak yang tidak bertanggung jawab. Mereka seenaknya menaikkan dan menurunkan harga. Andai gambir itu kita olah sendiri dengan mesin dan SDM yang ada lalu kita jual katekin murninya, maka saya yakin tidak akan ada petani gambir yang miskin. Namun, buktinya sampai saat ini belum ada tindakan konkrit yang benar-benar merubah nasib para petani gambir. Di kampung saya, ada mesin pengolah gambir menjadi katekin murni hampir 99%. Sayangnya, mesin ini tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya karena berbagai halangan dan hambatan. Saya sangat miris melihat mesin yang dibuat dengan biaya ratusan juta itu, suatu saat harus berubah menjadi besi karatan yang siap dikolakan.  Sungguh memprihatinkan.

Oke. kembali ke netbook!

Jadi karena sangat sedikit yang bisa diharapan dari ladang gambir itu abah lebih memilih untuk menanam sayuran di sawah. Selain itu kekuatan abah juga semakin berkurang sehingga tidak bisa lagi menyiang ladang gambir sendirian. Beberapa tanaman yang pernah ditanam abah adalah mentimun, terung, kacang panjang, dan jagung. Umur dari tanaman ini terhitung pendek, sehingga kami bisa ebih cepat mendapatkan uang. walaupun uangnya tidak seberapa, Alhamdulillah cukup untuk makan sehari-hari dan biaya sekolah adik-adik saya. Lantas bagaimana dengan saya? bagaimana saya bisa kuliah?
Alhamdulillah saya bisa kuliah di fakultas farmasi dengan bantuan beasiswa Bidik Misi. Saya ucapakan terima kasih kepada seluruh penduduk Indonesia yang sudah membayar pajak kepada negara. Sehingga pemerintah bisa mengeluarkan dana ini untuk beasiswa bagi keluarga kurang mampu seperti kami.

bersambung...
My Love "Abah"

Tidak ada komentar: